Alamat : PP MATHLA'UL FALAH Jl. Jaro Salim No.415 Sindang Anom Sekampung Udik Lampung Timur Hp.081369704578

Kamis, 15 November 2012

Makalah Muhammad Ibnu abdul Wahab "sejarah dan Pemikirannya"

-->
MAKALAH
MUHAMMAD IBNU ABDUL WAHAB “SEJARAH DAN PEMIKIRANNYA”
BAB I
PENDAHULUAN
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) (bahasa Arab:محمد بن عبد الوهاب التميمى) adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat sebagai menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi.
Muhammad bin Abdul Wahhab, yang memiliki nama lengkap Syaikh al-Islam al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi[1] adalah seorang ulama berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam. Para pendukung pergerakan ini sering disebut Wahabbi, namun mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti "satu Tuhan", mereka mendakwa ingin mengembalikan ajaran-ajaran tawhid ke dalam Islam dan kehidupan murni menurut sunnah Rasulullah serta mereka juga berargumen bahwasanya  pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri.
Nama Wahhabi atau al-Wahhabiyyah kelihatan dihubungkan kepada nama 'Abd al-Wahhab yaitu bapak kepada pengasasnya, al-Syaikh Muhammad bin 'Abd al-Wahhab al-Najdi. Dia mengikat perjanjian dengan Muhammad bin Saud, seorang pemimpin suku di wilayah Najd. Sesuai kesepakatan, Ibnu Saud ditunjuk sebagai pengurus administrasi politik sementara Ibnu Abdul Wahhab menjadi pemimpin spiritual. Sampai saat ini, gelar "keluarga kerajaan" negara Arab Saudi dipegang oleh keluarga Saud. Namun mufti umum tidak selalu dari keluarga Ibnu abdul wahhab misalnya Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baz.[2]
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kehidupan As Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab

1.      Masa Kecil

Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampung Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan kakeknya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama.
Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan agama, yang diajar sendiri oleh ayahnya, Syeikh Abdul Wahhab. Berkat bimbingan kedua orangtuanya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menghafal 30 juz al-Quran sebelum ia berusia sepuluh tahun. Setelah itu, beliau diserahkan oleh orangtuanya kepada para ulama setempat sebelum akhirnya mereka mengirimnya untuk belajar ke luar daerah
Saudara kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, menceritakan betapa bangganya Syeikh Abdul Wahab, ayah mereka, terhadap kecerasan Muhammad. Ia pernah berkata, "Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh".
Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima - mengerjakan haji di Baitullah. Ketika telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad tetap tinggal di Mekah selama beberapa waktu dan menimba ilmu di sana. Setelah itu, ia pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama disana. Di Madinah, ia berguru pada  Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi (Imam bidang fiqh dan Ushul Fiqh), Syeikh   Ibrahim bin Abdillah putra Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin saif (Penulis kitab adzbul faidh syarah al fiyah al faraidah) serta Syeikh Muhaddits Muhammad Bin Hayah Al Sindi dan beliau mendapatkan ijazah dalam periwayatannya dari kitab-kitab hadits.[3]
Kemudian beliau kembali ke negerinya. Tidak cukup ini saja, beliau kemudian melanjutkan perjalanan ke negeri Al Ahsa’ di sebelah timur Najd. Disana banyak ulama mahdzab Hambali, Syafi’i, Maliki dan Hanafi. Beliau belajar pada mereka khususnya kepada para ulama mahdzab Hambali.  Di antaranya adalah Syeikh Muhammad bin inisFairuz , beliau belajar fiqih kepada mereka dan juga belajar kepada Abdullah Bin Abdul Lathif Al Ahsa’i.[4] Sehingga nama beliau sering dinisbatkan kepada mazhab hambali.
2.      Kehidupan dimadinah dan dibasroh
Ketika berada di kota Madinah, ia mengira banyak umat Islam di sana yang tidak menjalankan syariat dan berbuat syirik, seperti mengunjungi makam Nabi atau makam seorang tokoh agama, kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan penguhuninya. Hal ini menurut dia sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk tidak meminta selain kepada Allah.
Hal ini membuat Syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berjuang dan bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana sesuai keyakinannya, yaitu kepada akidah Islam yang menurutnya murni (tauhid), jauh dari sifat khurafat, tahayul, atau bidah. Untuk itu, ia pun mulai mempelajari berbagai buku yang di tulis para ulama terdahulu.
Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, ia kemudian pindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya, terutaman di bidang hadits dan musthalahnya, fiqih dan usul fiqhnya, serta ilmu gramatika (ilmu qawaid). Selain belajar, ia sempat juga berdakwah di kota ini.
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab memulai dakwahnya di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan para ulama setempat.
Di kota Basrah  beliau didukung oleh seorang ulama yang juga termasuk gurunya yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmu’i. Tetapi Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian ulama yang dituduhnya sesat. Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya.
Pada tahun 1139H/1726M, orang tuanya berpindah dari 'Uyainah ke Huraymilah dan dia ikut serta dengan orang tuanya dan belajar kepada ayahnya. Tetapi beliau masih meneruskan tentangannya yang kuat terhadap amalan-amalan agama di Najd. Hal ini yang menyebabkan adanya pertentangan dan perselisihan yang hebat antara beliau dengan ayahnya (serta penduduk-penduduk Najd). Keadaan tersebut terus berlanjut hingga ke tahun 1153H/1740M, saat ayahnya meninggal dunia
Disamping Syaeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab belajar kepada para ulama berbagai ilmu diberbagai tempat beliau juga mempelajari buku-buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim , beliau menyalin banyak buku di Al Ahsa’ dan Bashrah, sehingga terkumpullah kitab-kitab beliau dalam jumlah yang besar, sehingga beliau terkenal pula penerus Ibnu Taimiyah.
B.     Perjuangan As syeikh Muhammad Ibn Abdul Wahhab memurnikan dan mengembalikan Ajidah Islam
1.         Awal Pergerakan
Sejak meninggalnya ayahanda beliau, Syeikh Muhammad tidak lagi terikat. Dia bebas mengemukakan akidah-akidahnya sekehendak hatinya, menolak dan mengesampingkan amalan-amalan agama yang dilakukan umat islam saat itu.
Melihat keadaan umat islam yang menurutnya sudah melanggar akidah, ia mulai merencanakan untuk menyusun sebuah barisan ahli tauhid (muwahhidin) yang diyakininya sebagai gerakan memurnikan dan mengembalikan akidah Islam. Oleh lawan-lawannya, gerakan ini kemudian disebut dengan nama gerakan Wahabiyah.
Muhammad bin Abdul Wahab memulai pergerakan di kampungnya sendiri, Uyainah. Ketika itu, Uyainah diperintah oleh seorang Amir (penguasa) bernama Usman bin Muammar. Amir Usman menyambut baik ide dan gagasan Syeikh Muhammad, bahkan beliau berjanji akan menolong dan mendukung perjuangan tersebut.
Suatu ketika, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab meminta izin pada Amir Uthman bin muammar untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin al-Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Membuat bangunan di atas kubur menurut pendapatnya dapat menjurus kepada kemusyrikan. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentara untuk tujuan tersebut bersama-sama Syeikh Muhammad merobohkan maqam yang dikeramatkan itu.
Pergerakan Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai disitu, ia kemudian menghancurkan beberapa makam yang dipandangnya berbahaya bagi ketauhidan. Hal ini menurutnya adalah untuk mencegah agar makam tersebut tidak dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat. Berita tentang pergerakan ini akhirnya tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah mahupun di luar Uyainah.
Ketika pemerintah al-Ahsa' mendapat berita bahwa Muhammad bin'Abd al-Wahhab mendakwahkan pendapat, dan pemerintah 'Uyainah pula menyokongnya, maka kemudian memberikan peringatan dan ancaman kepada pemerintah'Uyainah. Syeikh Muhammad untuk membicarakan tentang cara tekanan yang diberikan oleh Amir al-Ihsa. Amir Uyainah berada dalam posisi serba salah saat itu, di satu sisi dia ingin mendukung perjuangan syeikh tapi di sisi lain ia tak berdaya menghadapi tekanan Amir al-Ihsa. Akhirnya, setelah terjadi perdebatan antara syeikh dengan Amir Uyainah, di capailah suatu keputusan: Syeikh Muhammad harus meninggalkan daerah Uyainah dan mengungsi ke daerah lain, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab kemudian pergi ke negeri Dar’iyah[5]
2.         As Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab di daerah Dariyah
Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dariyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah negeri Dar’iyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Sulaim al-`Arini.
Bermula dari sinilah As Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab  mendapat dukungan dari amir Muhammad bin Saud serta masyarakat sekitar.
Nama Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu terdengar di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dariyah maupun di negeri-negeri tetangga. Masyarakat luar Dariyah pun berduyun-duyun datang ke Dariyah untuk menetap dan tinggal di negeri ini, sehingga negeri Dariyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Ia pun mulai membuka madrasah dengan menggunakan kurikulum yang menjadi teras bagi rencana perjuangan beliau, yaitu bidang pengajian Aqaid al-Qur’an, tafsir, fiqh, usul fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatikanya dan lain-lain
Syeikh mula menegakkan jihad, menulis surat-surat dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik, bidah dan khurafat di negeri mereka masing-masing. Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulai di negeri Najd.
Karena beliau memahami semua ajaran yang tidak ada landasannya dalam Al Qur’an serta segala seuatu bentuk ajaran yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhhamad saw adalah bentuk bid’ah, sedangkan semua bid’ah (hal yang baru) semua mesesarkan yang akan bermuara pada api neraka.
Pemahamman ini dengan dukungan penguasa ‘Ibn Suud’ sampai saat ini dapat berkembang pesat dan banyak pengikutnya bahkan menjadi mazhab resmi kerajaan, walaupun tidak sedikit pula para ulama yang tidak sepahaman  menentangnya.
3.    Karya –karya As Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab
Karya beliau sangat banyak, diantaranya:
  • Kitab Tauhid Al Ladzi Huwa Haqqullah ‘ala Al ‘Abid
  • Al Ushul Ats Tsalatsah
  • Kasfusy Syubhat
  • Mukhtasar Sirah Rasul
  • Qawaidul ‘Arba’ah dan lainnya
4.    Ulama’-ulama yang menentang As Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab
Setelah berkembangnya pemikiran Wahabi, orang pertama yang menolak terhadap paham wahabisme itu adalah saudaranya sendiri, yakni Sulaiman bin Abdul Wahab dalam buku (As-Sowaa’iqul illahiyyah). Setelah beliau, banyak para ulama dan tokoh-tokoh pemuka Ahlusunnahlainnya melontarkan kritikan terhadap pahamnya itu. Barangkali lebih dari 100 judul buku yang telah ditulis untuk menentang pemikiran abdul wahab tersebut, di antaranya:
a.         Abdullah bin Lathif Sya’fii penulis (Tajrid Syaiful al-jihad lil Mudda’i al–Ijtihad)
b.         Afifuddin Abdullah bin Dawud Hanbali penulis (As-sawa’iq wa al-Ruduud)
c.         Muhammad bin Abdurrahman bin Afalik Hanbali penulis (Tahkamu al-Muqalladin biman ad’i Tajdidi ad-Diin)
d.        Ahmad bin Ali bin Luqbaani Basri penulis risalah kritik atas keyakinan anaknya Abdul wahab.
e.         Syeikh Atho’ Allah Makki, penulis (Al-Aarimul al-Hindi fi Unuqil Najdi)[6]
5.         Murid-murid As Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab
Pengikut dan penerus perjuangan As Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab sangat banyak sekali diantaranya :
a.       Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani,
b.      Syaikh Muhammad bin Ibrahim
c.       Imam Allamah Al-Bashir Abu Abdullah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.
d.      Allamah Abdurrahman bin Yahya Al-Mu’alimi Al-Yamani
e.       Allamah Mahmud Syakir Al-Mishri
f.       Abdurrahman Al-Wakil, Abdurrahman Hamzah, Muhammad Khalil Harras.
C.                                             Wafatnya As Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab
Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd).
D.    Penutup
Demikianlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah memanfaatkan lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada agama Islam pada waktu dahulu. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun 1158 Hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H.
BAB III
KESIMPULAN
1.      Nama lengkap Syeikh Muhammad Ibn Abdul Wahhab adalah  Syaikh al-Islam al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi
2.      Syeikh Muhammad Ibn Abdul Wahhab dilahirkan daerah Uyainah daerah Riyad pada tahun  1115 H/1703 M dan beliau meninggal Dar’iyah (Najd) pada tahun1206 H/1793 M
3.      Minat Syeikh Muhammad Ibn Abdul Wahhab yaitu pemurnia syariat Islam sesuai ajaran Nabi Muhammad dengan gagasan melarang adanya inivasi (bid’ah) dan menyakini tidak adanya kekuatan selain Alloh (syirik)
4.      Pemikiran Syeikh Muhammad Ibn Abdul Wahhab dipengaruhi oleh pemikiran Ahmad ibn hambal, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim

DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_bin_Abdul_Wahhab
http://ghuroba.blogsome.com/2007/06/26/syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab
Islam@isnet.org dari adi nugroho :adi-oke2@yahoo.com



[1]. Islam @isnet.0rg
[2] . Ibid
[3]. http://ghuroba.blogsome.com/2007/06/26/syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab
[4] . Ibid
[5].http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_bin_Abdul_Wahhab