ASPEK ASPEK FILOSOFIS
TENTANG MAHAR MENURUT FUQOHA
A.PENDAHULAN
Kebehagian hidup yang bersifat rohaniah dari seorang suami merupakan
kebutuhan yang tidak didapat kecuali pada diri sang istri sebagai pasangan
hidupnya.mengenai masalah ini, Al-Qur’an berbicara tentang petunjuk dan persaan
halus yang mampu untuk menggetarkan segala kekuatan batin.begitu pula dengan
apa yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad Saw,sejak 14 abad yang lalu.
Kebiasaan pada
jaman dahulu yang pernah berlaku di beberapa Negara di mana jika seorang hendak
menikah,maka ia melakukan akad dan melaksanakan pesta yang cukup sederhana
dengan mendatangkan beberapa temen,saudara dan tetangganya. Kemudian ia akan
menyambut mereka dengan duduk sambil memagang torbus ( topi dari turki ) yang terbaik. Lalu para
tamu yang datang memberikan sesuatu yang bernilai sebagai hadiah ( kado) bagi
sang penganten. Disisilain, pemuda itu menggunakan hadiah yang di dapat tersebut untuk membayar
mahar dan biaya resepsi pernikahannya.[1]
Pada pembahasan
kali ini sejogyanya kita mengetahui,bahwa maskawin itu adalah hak bagi
wanita (istri) untuk menguasainya.
Sebagai mana ia menguasai harta nya sendiri. Sedangkan suaminya tidak berhak
menguasai seluruh atau sebagian dari harta tersebut.juga tidak berhak memaksa istrinya
untuk membrikan kepadanya,baik sedikit maupun banyak.
Sudah menjadi
kebiasaan di banyak Negara muslim,bahwa seorang istri harus melengkapi segala
kebutuhan yang menggunakan maharnya. Hal itu bisa di tolerir jika sang istri
melakukannya dengan senang hati dan terlepas dari unsur pemaksaan.
Sebagaimana
telah di jelas dalam riwayat hadis dari anans bin malik ra. Bahwasanya ketika
sahabat Ali bin Abi thalib hendak menikahi siti Fatimah,oleh Rosul Sahabat Ali
di perintahkan untuk memberikan mahar,lalu sahabat Ali memberikan baju
perangnya yang terbuat dari besi untuk dijadikan mahar (maskawin
B. PEMBAHASAN.
1.
Pengertian
Mahar.
Mahar secara
Etimologi artinya maskawin.
Sedangkan secara Terminologi mahar mahar ialah “ pemberian wajib
dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk
menimbulkan rasa cinta kasih kepada seorang istri kepada calon suaminya”.Atau
suatu pemberian atau yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon
istrinya,baik dalam bentuk benda maupun jasa.
Mahar bisa juga di artikan suatu pemberian
yang disampaikan oleh pihak mempelai putera
kepada mempelai puteri di sebabkan karena adanya ikatan perkawinan.
Mahar atau maskawin itu biasanya disebutkan bersamaan dengan terjadinya aqad
nikah,seperti ungkapan kobul : “Telah saya terima nikahnya dengan mahar berupa
cincin emas seberat sepuluh gram dengan
tunai”. [2]
Tentang mahar ini syari’at Islam
menuntunkan agar di buat ringan,tidak memberatkan bagi pihak putera. Sebab bila
nilai mahar menjadi mahal akan mengkibatkan kerugian bagi ke dua belah
pihak.mahar atau maskawin tidak lah selamanya musti harus berwujud materi. Ia
dapet juga berupa jasa atau manfaat yang bisa di rasakan oleh isteri,semacam
mengajarkan bacaan Al Qur’an,membaca sholawat Nabi dll.
Hal ini telah
dicontohkan oleh Rasul bahwa maskawin itu dalam bentuk jasa seperti membaca
surat al-Fatihah. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim, pernah Rasulullah saw. menyuruh seorang sahabat untuk memberi maskawin
pada istrinya dengan mengajarkan ayat Al-Qur`an.
Rasulullah
bersabda,
“Pergilah
kamu, maka sesungguhnya aku telah mengawinkan engkau kepadanya, maka ajarilah
dia sebagian dari Al-Qur`an.” “Bangunlah dan ajarkan
kepadanya dua puluh ayat.”
Ada sebuah hadits riwayat Imam Nasa`i yang menerangkan bahwa Ummu Sulaim
dipinang oleh Abu Thalhah (waktu itu belum masuk Islam) dan Ummu Sulaim meminta
agar maskawinnya adalah kesediaan Abu Thalhah untuk masuk Islam.[3]
Islam sangat memperhatiakn dan sangat menghargai kedudukan kaum
wanita dengan memberi hak kepadanya,diantaranya adalah hak untuk menerima mahar
(maskawin).mahar hanya di berikan calon suami kepada calon istri bukan kepada
wanita lain atau siapaun walaupun sangat dekat dengannya. Dan orang lain tidak
boleh menjamah apa lagi memggunakannya. Meskipun oleh suaminya sendiri,kesuali
dengan ridho dan kerelaan si istri.
Sepeti
dalam firman Allah Swt :
(#qè?#uäur uä!$|¡ÏiY9$# £`ÍkÉJ»s%ß|¹ \'s#øtÏU 4 bÎ*sù tû÷ùÏÛ öNä3s9 `tã &äóÓx« çm÷ZÏiB $T¡øÿtR çnqè=ä3sù $\«ÿÏZyd $\«ÿÍ£D
Artinya
: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu
sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (An-nisa’
4).
Menurut imam syafi’i bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib
sebagai salah satu syarat sahnya nikah, yang harus diberikan oleh seoerang
calon suami kepada calon istri untuk
dapat menguasai seluruh anggota badannya. Sedangkan menurut imam maliki mahar
adalah sebagai rukun nikah maka hukum nya adalah wajib.
Sebagi mana di jelaskan dalam hadis Nabi Muhammad Saw….
Artinya ; Dari
Amir Bin Rabi’ah : sesungguhnya seoerang perempuan dari bani Fajarah kawin
dengan maskawin sepasang sandal..Rosulullah Saw bertanya kepada perempuan
tersebut: relakah engkau dengan maskawin sepasang sandal ? perempuan itu
enjwab: ya, akhirnya Rosulullah saw mel;uluskannya. ( HR. Amir Bin
Rabi’ah ).[4]
2.
Syarat Syarat Mahar.
Mahar yang diberikam kepada
calon isteri harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut
a.
harus berupa harta atau
benda yang berharga.
b.
barangnya suci dan bisa di
ambil manfaatnya.
c.
barangnya bukan barang yang
ghasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizin
pemiliknya.
d.
barang yang tidak jelas
keadaannya.
3.
Kadar dan jumlah
mahar.
Mengenai
besarnya mahar,para fuqaha telah sepakat bahwa mahar itu tidak ada batas
tertingginya.kemudian mereka berselisih pendapat tentang tererndahnya.Menurut
Imam Syafi’i, Ahamd, Ishaq, Abu Tsaur dan Fuqaha Madinah dari kalangan tabi’in
berpendapat bahwa mahar tidak ada batas rendahnya. [5]
Sebagian fuqaha yang lain berpendapat bahwa mahar itu ada batas rendahnya, kalau
menurut Imam malik dan para pengikutnya bahwa mahar itu paling sedikit
seperrempat dinar emas murniatau perak seberat tiga dirham.Menurut Imam Abu
Hanifah bahwa paling sedikit mahar itu adalah sepuluh dirham.
Mereka berpendapat bahwa sabda Nabi Muhammad bahwa
“carilah maskawin walaupun hanya cincin dari besi” merupakan dalil bahwa mahar
itu tidak mempunyai batasan rendahnya.karena jika memang ada batas rendahnya
tentu beliau menjelaskannya.
4.
Mahar yang Diutang.
Pelaksanaan
membayar mahar bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan atau disesuaikan dengan keadaan
dan adat masyarakat, atau kebiasaan yang berlaku. Mahar boleh dilaksanakan dan
diberikan dengan kontan atau hutang, apakah mau dibayar kontan sebagian dan
hutang sebagian yang lain. Kalau memang demikian, maka disunahkan membayar
kontan sebagian, berdasarkan sabda Nabi SAW :
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi
SAW melarang Ali mengumpuli Fatimah sampai ia memberikan sesuatu kepadanya.
Lalu jawabnya: Saya tidak punya apa-apa. Maka sabdanya: Di manakah baju besi
Huthamiyyahmu? Lalu diberikanlah barang itu kepada Fatimah.[6]
Hadits di atas menunjukkan bahwa larangan itu dimaksudkan
sebagai tindakan yang lebih baik, dan
secara hukum dipandang sunnah memberikan mahar sebagian lebih dulu.[7] Dalam hal penundaan pembayaran mahar (dihutang) terdapat dua
perbedaan pendapat dikalangan ahli fikih. Segolongan ahli fikih berpendapat
bahwa mahar itu tidak boleh diberikan dengan cara dihutang keseluruhan.
Segolongan lainnya mengatakan bahwa mahar boleh ditunda pembayarannya, tetapi
menganjurkan agar membayar sebagian mahar di muka manakala akan menggauli
istri. Dan di antara fuqaha yang membolehkan penundaan mahar (diangsur) ada
yang membolehkan hanya untuk tenggang waktu terbatas yang telah ditetapkannya.
Demikian pendapat Imam Malik. Ada juga yang membolehkannya karena atau perceraian,
ini adalah pendapat Al-Auza`i. Perbedaan pendapat tersebut karena apakah
pernikahan itu dapat disamakan dengan jual beli dalam hal penundaan, atau tidak
dapat disamakan dengannya. Bagi fuqaha yang mengatakan bahwa disamakan dengan
jual beli, mereka berpendapat bahwa penundaan itu tidak boleh sampai terjadinya
kematian atau perceraian. Sedangkan yang mengatakan tidak dapat disamakan
dengan jual beli, mereka berpendapat bahwa penundaan membayar mahar itu tidak
boleh dengan alasan bahwa pernikahan itu merupakan ibadah.
5.
Macam-macam Mahar.
Ulama
fikih sepakat bahwa mahar itu ada dua macam, yaitu mahar musamma dan mahar
mitsil (sepadan).
a.
Mahar musamma.
Mahar musamma yaitu mahar yang sudah disebut atau
dijanjikan kadar dan besarnya ketika akad nikah. Atau, mahar yang dinyatakan
kadarnya pada waktu akad nikah. Ulama fikih sepakat bahwa dalam pelaksanaannya,
mahar musamma harus diberikan secara penuh apabila:
1). Telah bercampur
(bersenggama). Tentang hal ini Allah SWT berfirman
÷bÎ)ur ãN?ur& tA#yö7ÏGó$# 8l÷ry c%x6¨B 8l÷ry óOçF÷s?#uäur £`ßg1y÷nÎ) #Y$sÜZÏ% xsù (#räè{ù's? çm÷ZÏB $º«øx©
Artinya
: Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain sedang kamu telah memberikan kepada seseorang
di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari
padanya barang sedikitpun. (
QS. An nisa’.20)
2). Salah satu dari suami
istri meninggal. Demikian menurut ijma`.
Mahar musamma juga wajib
dibayar seluruhnya apabila suami telah bercampur dengan istri, dan ternyata
nikahnya rusak dengan sebab-sebab tertentu, seperti ternyata istrinya mahram
sendiri, atau dikira perawan ternyata janda, atau hamil dari bekas suami lama.
Akan tetapi, kalau istri dicerai sebelum bercampur, hanya wajib dibayar
setengahnya.
berdasarkan
firman Allah SWT:
bÎ)ur £`èdqßJçFø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br& £`èdq¡yJs? ôs%ur óOçFôÊtsù £`çlm; ZpÒÌsù ß#óÁÏYsù $tB ÷LäêôÊtsù
Artinya
:Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka,
Padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka bayarlah seperdua
dari mahar yang telah kamu tentukan itu, (QS.al baqarah.237)
b.
Mahar Mitsil (Sepadan).
Mahar mitsil yaitu mahar
yang tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum ataupun ketika terjadi
pernikahan. Atau mahar yang diukur (sepadan) dengan mahar yang diterima oleh
keluarga terdekat, agak jauh dari tetangga sekitarnya, dengan mengingat status sosial,
kecantikan dan sebagainya.[8]
Bila terjadi demikian (mahar
itu tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi
pernikahan), maka mahar itu mengikuti maharnya saudara perempuan pengantin
wanita (bibi, bude, anak perempuan bibi/bude). Apabila tidak ada, maka mitsil
itu beralih dengan ukuran wanita lain yang sederajat dengan dia.
Mahar mitsil juga terjadi
dalam keadaan sebagai berikut:
1)
Apabila tidak disebutkan
kadar mahar dan besarnya ketika berlangsung akad nikah, suami telah bercampur dengan istri, atau
meninggal sebelum bercampur.
2)
Jika mahar musamma belum
dibayar sedangkan suami telah bercampur dengan istri dan ternyata nikahnya
tidak sah.
Nikah
yang tidak disebutkan dan tidak ditetapkan maharnya disebut nikah tafwidh.
Hal ini menurut
jumhur ulama dibolehkan. Firman Allah SWT:
w yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ bÎ) ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# $tB öNs9 £`èdq¡yJs? ÷rr&
(#qàÊÌøÿs? £`ßgs9 ZpÒÌsù 4
Artinya
: Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri
kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya.
(QS.Al baqarah.236).
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang suami boleh menceraikan
istrinya sebelum digauli dan belum juga ditetapkan jumlah mahar tertentu kepada
istrinya itu.
6.
Mahar Dalam Kompilasi Hukum
Islam.
Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon
mempelai wanita yang jumlah,bentuk, dan jenisnya di sepakati oleh kedua belah
pihak.Mahar di berikan berdasarkan atas kesedarhanaan dan kemudahan yang di anjurkan oleh ajaran
islam.
a.
penyerahan mahar dilakukan
dengan tunai.
b.
apabila calon mempelai
wanita menyetejui,penyerahan mahar boleh di tanguhkan baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian.mahar
yang belum ditunaikan penyerahannya menjadi utang calon mempelai pria.
c.
Kewajiban menyerahkan mahar
bukan merupakan rukun dalam perkawinan.
d.
kelalaian menyebut jenis dan
jumlah mahar pada waktu aqad nikah tidak menyebabkan batal perkawinan. Begitu
pula halnya dalam keadaan mahar masih terhutang,tidak mengurangi sahnya
perkawinan.
e.
suami yang menalaq isterinya
qabla-ad dhuhul wajib membayar setengah dari mahar yang telah di tentukan dalam
aqad nikah.
f.
Apabila suami meninggal dunia
Qabla-ad dhuhul,seluruh mahar yang ditetapkan menjadi hak penuh istrinya.
g.
apabila percerayan terjadi
qabla-ad dhuhul tetapi besarnya mahar
belum di tetapkan,maka suami wajib membayar mahar mitsil.[9]
Apabila mahar hilang sebelum di jelaskan,mahar
itu dapat diganti dengan barang lain yang sama bertuk dan jenisnya atau dengan uang yang sama nilainya dengan mahar
tersebut. Dan apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar
yang ditetapkan,penyelesaiannya di ajukan ke pengadilan agama.
7.
Aspek aspek filosofis
tentang mahar.
Ada
seorang sahabat yang sepanjang hidupnya mengabdi kepada Rasululllah Saw,dan
bermalam disi beliau untuk memenuhi printahnya jika Rasul mempunyai keperluan.
Maka Rasul pun bertanya,kepdanya,” Apakah engkau tidak ingin menikah ?”
ia menjawab,” wahai rasul kami ini orang yang tidak punya, dalam hal uang tidak
memiliki apa apa. Kemudian beliau terdiam, lalu mengulangi pertanyaan tersebut
untuk kedua kalinya,ia kembali menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang
sama. [10]
Stelah
kejadian itu,sahabat tersebut berfikir dan berkata dalam hatinya,:demi Allah
bagiku Rasulullah mengetahui apa yang baik bagi dunia dan akheratku. Serta apa
yang mendekatkanku kepadanya. Jika beliau mengatakan kepadaku untuk yang ketiga
kalinya maka aku akan melaksanakanya. Kemudian rasul bertanya kepadanya yang
ketiga kalinya.” Apakah engkau tidak ingin menikah.” Kemudian ia
menjawab wahai rasul nikahkankah aku.
Lalu
Rasul berkata : “ pergilah ke bani fulan dan katakana bahwa Rasul
memerintahkan kepada mereka untuk mengawinkan engkau dengan salah seorang
pemudi mereka.” Ia berkata wahai Rasul saya tidak mempunyai apa apa atau
harta untuk dijadikan mahar pernikahan. Maka Rasul pun berkata kepada sahabatny
untuk mengumpulkan emas sebanyak satu balwah (yang berjumlah kira 60 lira
suriah). Lalu Rasul dan para sahabat membawa emas tersebut dan seekor kambing ke kaum tersebut untuk melaksanakan aqad
nikah dan resepsi pernikahannya.(HR.ahmad dengan Sanad Shaheh).
Didalam riwayat lain juga dijelaskan bahwa Rosul
pernah menikahkan seorang laki laki dengan seorang wanita yang ingin bertemu
dengan Rasul dengan maskawin yang terbuat dari besi. Hal ini juga dinyatakan
oelh Sahabat Umar Bin Khattab. R.a. “ingatlah
jangan lah berlebi lebihan dalam membrikan mahar dalam memberikan mahar bagi
wanita karena sesungguhnya,jika hal itu suatu kemulyaan di dunia dan bernilai
taqwa di sisi Allah swt, Niscaya Rasul adalah orang yang paling uatama atas
kalian dalam hal tersebut.dan aq tidak pernah mengetahui bahwa beliau minikahi
isteri isterinya dan puteri puterinya lebih dari mahar 12 uqiyah”
(HR.Ahmad, Tirmizi,Nasa’i, dengan sanad shaheh).[11]
Dari urayan di atas bisa di lihat dari aspek aspek
filosofisnya bahwa mahar itu wajib untuk diberikan kepada istri akan tetapi
kadar jumlahnya yang tidak di tetukan, tergantung dengan kadar kemampuan suami
serta kerelaan sang isteri, hal ini juga
di lakukan oleh Rasul dan para sahabat sahabatnya, bahkan menurut Imam malik
mahar itu termasuk salah satu rukun dari nikah meskipun Jumhur Ulama dan Imam Imam mazhab yang lain
tidak menganggap mahar itu sebagai rukun nikah.
C.KESIMPULAN.
Dari urayan makalah yang sangat singkat ini penulis dapat
menyimpulkan bahwa, meskipun mahar bukan termasuk salah satu dari syarat dan
rukun nikah akan tetapi wajib diberikan oleh pengantin laki laki kepada
pengantin wanita, karena mahar itu merupakan syarat untuk menghalalkan
hubungan batiniah bagi suami isteri
tersebut.
Meskipun mahar tidak di tentukan kadar jumlahnya bahkan bisa berupa jasa yang dalam bentuk
bacaan atau menghapal mahar ini juga harus sudah mendapat kerelaan dari sang
isteri,mahar juga harus di ucapkan
dalam aqad nikah (Ijab Khobul) Dengan jelas dan dalam keadaan sehat,
D. DAFTAR PUSTAKA
Mahmud Mahdi
Al Istambuli.Kado perkawinan.Pustaka Azzam.Jakarta 1999.
H.Abdul Rahman
ghazaly.Fikih Munakhat.kencana Jakarta 2002.
A.Rauf Munakahat
dan mewaris. Al Furqon Bekasi 2003.
Aly As’ad . Fathul
Mu’in.terjemah.Menara Kudus.Yogyakarta
1979.
Miftah Farid. 150
masalah nikahkeluarga.Gema insane press. Jakarta.1999.
Muh Idris Ramulyo.Hukum
perkawinan islam.PT.Bumi Aksara.Jakarta1996.
Mahkrus Ali. Irsadul
Ibad,terjemah.Mahkota Surabaya.1992.
[1]
Mahmud Mahdi Al Istambuli.Kado perkawinan.Pustaka Azzam.Jakarta
1999.Hal.95.
[2]
H.Abdul Rahman ghazaly.Fikih Munakhat.kencana Jakarta 2002 Hal.84.
[3]
A.Rauf Munakahat dan mewaris. Al Furqon Bekasi 2003. Hal.21
[4] Ibit
Munakaht dan mewaris Hal.22
[5]
Aly As’ad . Fathul Mu’in.terjemah.Menara Kudus.Yogyakarta 1979.Hal. 21
[6]
Miftah Farid. 150 masalah nikahkeluarga.Gema insane press.
Jakarta.1999.hal.96.
[9]
Muh Idris Ramulyo.Hukum perkawinan islam.PT.Bumi Aksara.Jakarta1996
hal.86
[10] Mahkrus Ali. Irsadul Ibad,terjemah.Mahkota
Surabaya.1992.hal.646.
[11] Opcit.
Kado perkawinan. Hal. 94.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar