Alamat : PP MATHLA'UL FALAH Jl. Jaro Salim No.415 Sindang Anom Sekampung Udik Lampung Timur Hp.081369704578

Rabu, 25 September 2013

ASPEK ASPEK FILOSOFIS TENTANG MAHAR MENURUT FUQOHA

ASPEK ASPEK FILOSOFIS
TENTANG MAHAR MENURUT FUQOHA
A.PENDAHULAN
Kebehagian hidup yang bersifat rohaniah dari seorang suami merupakan kebutuhan yang tidak didapat kecuali pada diri sang istri sebagai pasangan hidupnya.mengenai masalah ini, Al-Qur’an berbicara tentang petunjuk dan persaan halus yang mampu untuk menggetarkan segala kekuatan batin.begitu pula dengan apa yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad Saw,sejak 14 abad yang lalu.
Kebiasaan pada jaman dahulu yang pernah berlaku di beberapa Negara di mana jika seorang hendak menikah,maka ia melakukan akad dan melaksanakan pesta yang cukup sederhana dengan mendatangkan beberapa temen,saudara dan tetangganya. Kemudian ia akan menyambut mereka dengan duduk sambil memagang torbus  ( topi dari turki ) yang terbaik. Lalu para tamu yang datang memberikan sesuatu yang bernilai sebagai hadiah ( kado) bagi sang penganten. Disisilain, pemuda itu menggunakan  hadiah yang di dapat tersebut untuk membayar mahar  dan biaya resepsi pernikahannya.[1]
Pada pembahasan kali ini sejogyanya kita mengetahui,bahwa maskawin itu adalah hak bagi wanita  (istri) untuk menguasainya. Sebagai mana ia menguasai harta nya sendiri. Sedangkan suaminya tidak berhak menguasai seluruh atau sebagian dari harta tersebut.juga tidak berhak memaksa istrinya untuk membrikan kepadanya,baik sedikit maupun banyak.
Sudah menjadi kebiasaan di banyak Negara muslim,bahwa seorang istri harus melengkapi segala kebutuhan yang menggunakan maharnya. Hal itu bisa di tolerir jika sang istri melakukannya dengan senang hati dan terlepas dari unsur pemaksaan.
Sebagaimana telah di jelas dalam riwayat hadis dari anans bin malik ra. Bahwasanya ketika sahabat Ali bin Abi thalib hendak menikahi siti Fatimah,oleh Rosul Sahabat Ali di perintahkan untuk memberikan mahar,lalu sahabat Ali memberikan baju perangnya yang terbuat dari besi untuk dijadikan mahar (maskawin
B. PEMBAHASAN.
1.      Pengertian Mahar.
Mahar secara Etimologi artinya maskawin.  Sedangkan secara Terminologi mahar mahar ialah “ pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih kepada seorang istri kepada calon suaminya”.Atau suatu pemberian atau yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon istrinya,baik dalam bentuk benda maupun jasa.
       Mahar bisa juga di artikan suatu pemberian yang disampaikan oleh pihak mempelai putera  kepada mempelai puteri di sebabkan karena adanya ikatan perkawinan. Mahar atau maskawin itu biasanya disebutkan bersamaan dengan terjadinya aqad nikah,seperti ungkapan kobul : “Telah saya terima nikahnya dengan mahar berupa cincin emas seberat sepuluh gram  dengan tunai”. [2]
       Tentang mahar ini syari’at Islam menuntunkan agar di buat ringan,tidak memberatkan bagi pihak putera. Sebab bila nilai mahar menjadi mahal akan mengkibatkan kerugian bagi ke dua belah pihak.mahar atau maskawin tidak lah selamanya musti harus berwujud materi. Ia dapet juga berupa jasa atau manfaat yang bisa di rasakan oleh isteri,semacam mengajarkan bacaan Al Qur’an,membaca sholawat Nabi dll.
Hal ini telah dicontohkan oleh Rasul bahwa maskawin itu dalam bentuk jasa seperti membaca surat al-Fatihah. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, pernah Rasulullah saw. menyuruh seorang sahabat untuk memberi maskawin pada istrinya dengan mengajarkan ayat Al-Qur`an.
Rasulullah bersabda,
“Pergilah kamu, maka sesungguhnya aku telah mengawinkan engkau kepadanya, maka ajarilah dia sebagian dari Al-Qur`an.” “Bangunlah dan ajarkan kepadanya dua puluh ayat.”
Ada sebuah hadits riwayat Imam Nasa`i yang menerangkan bahwa Ummu Sulaim dipinang oleh Abu Thalhah (waktu itu belum masuk Islam) dan Ummu Sulaim meminta agar maskawinnya adalah kesediaan Abu Thalhah untuk masuk Islam.[3]    
 Islam sangat memperhatiakn dan sangat menghargai kedudukan kaum wanita dengan memberi hak kepadanya,diantaranya adalah hak untuk menerima mahar (maskawin).mahar hanya di berikan calon suami kepada calon istri bukan kepada wanita lain atau siapaun walaupun sangat dekat dengannya. Dan orang lain tidak boleh menjamah apa lagi memggunakannya. Meskipun oleh suaminya sendiri,kesuali dengan ridho dan kerelaan si istri.
Sepeti dalam firman Allah Swt :
(#qè?#uäur uä!$|¡ÏiY9$# £`ÍkÉJ»s%ß|¹ \'s#øtÏU 4 bÎ*sù tû÷ùÏÛ öNä3s9 `tã &äóÓx« çm÷ZÏiB $T¡øÿtR çnqè=ä3sù $\«ÿÏZyd $\«ÿƒÍ£D  
Artinya : Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan, kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (An-nisa’ 4).

Menurut imam syafi’i bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib sebagai salah satu syarat sahnya nikah, yang harus diberikan oleh seoerang calon suami kepada calon istri  untuk dapat menguasai seluruh anggota badannya. Sedangkan menurut imam maliki mahar adalah sebagai rukun nikah maka hukum nya adalah wajib.
Sebagi mana di jelaskan dalam hadis Nabi Muhammad Saw….
Artinya ; Dari Amir Bin Rabi’ah : sesungguhnya seoerang perempuan dari bani Fajarah kawin dengan maskawin sepasang sandal..Rosulullah Saw bertanya kepada perempuan tersebut: relakah engkau dengan maskawin sepasang sandal ? perempuan itu enjwab: ya, akhirnya Rosulullah saw mel;uluskannya. ( HR. Amir Bin Rabi’ah ).[4]

2.      Syarat Syarat Mahar.
Mahar yang diberikam kepada calon isteri harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut
a.       harus berupa harta atau benda yang berharga.
b.      barangnya suci dan bisa di ambil manfaatnya.
c.       barangnya bukan barang yang ghasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa    seizin  pemiliknya.
d.      barang yang tidak jelas keadaannya.
3.      Kadar dan jumlah mahar.
            Mengenai besarnya mahar,para fuqaha telah sepakat bahwa mahar itu tidak ada batas tertingginya.kemudian mereka berselisih pendapat tentang tererndahnya.Menurut Imam Syafi’i, Ahamd, Ishaq, Abu Tsaur dan Fuqaha Madinah dari kalangan tabi’in berpendapat bahwa mahar tidak ada batas rendahnya. [5]
Sebagian fuqaha yang lain berpendapat  bahwa mahar itu ada batas rendahnya, kalau menurut Imam malik dan para pengikutnya bahwa mahar itu paling sedikit seperrempat dinar emas murniatau perak seberat tiga dirham.Menurut Imam Abu Hanifah bahwa paling sedikit mahar itu adalah sepuluh dirham.
Mereka berpendapat bahwa sabda Nabi Muhammad bahwa “carilah maskawin walaupun hanya cincin dari besi” merupakan dalil bahwa mahar itu tidak mempunyai batasan rendahnya.karena jika memang ada batas rendahnya tentu beliau menjelaskannya.
4.      Mahar yang Diutang.
            Pelaksanaan membayar mahar bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan atau disesuaikan dengan keadaan dan adat masyarakat, atau kebiasaan yang berlaku. Mahar boleh dilaksanakan dan diberikan dengan kontan atau hutang, apakah mau dibayar kontan sebagian dan hutang sebagian yang lain. Kalau memang demikian, maka disunahkan membayar kontan sebagian, berdasarkan sabda Nabi SAW :
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW melarang Ali mengumpuli Fatimah sampai ia memberikan sesuatu kepadanya. Lalu jawabnya: Saya tidak punya apa-apa. Maka sabdanya: Di manakah baju besi Huthamiyyahmu? Lalu diberikanlah barang itu kepada Fatimah.[6]
       Hadits di atas menunjukkan bahwa larangan itu dimaksudkan sebagai tindakan yang   lebih baik, dan secara hukum dipandang sunnah memberikan mahar sebagian lebih dulu.[7]  Dalam hal penundaan pembayaran mahar (dihutang) terdapat dua perbedaan pendapat dikalangan ahli fikih. Segolongan ahli fikih berpendapat bahwa mahar itu tidak boleh diberikan dengan cara dihutang keseluruhan. Segolongan lainnya mengatakan bahwa mahar boleh ditunda pembayarannya, tetapi menganjurkan agar membayar sebagian mahar di muka manakala akan menggauli istri. Dan di antara fuqaha yang membolehkan penundaan mahar (diangsur) ada yang membolehkan hanya untuk tenggang waktu terbatas yang telah ditetapkannya. Demikian pendapat Imam Malik. Ada juga yang membolehkannya karena atau perceraian, ini adalah pendapat Al-Auza`i. Perbedaan pendapat tersebut karena apakah pernikahan itu dapat disamakan dengan jual beli dalam hal penundaan, atau tidak dapat disamakan dengannya. Bagi fuqaha yang mengatakan bahwa disamakan dengan jual beli, mereka berpendapat bahwa penundaan itu tidak boleh sampai terjadinya kematian atau perceraian. Sedangkan yang mengatakan tidak dapat disamakan dengan jual beli, mereka berpendapat bahwa penundaan membayar mahar itu tidak boleh dengan alasan bahwa pernikahan itu merupakan ibadah.
5.      Macam-macam Mahar.
            Ulama fikih sepakat bahwa mahar itu ada dua macam, yaitu mahar musamma dan mahar mitsil (sepadan).
a.      Mahar musamma.
Mahar musamma yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya ketika akad nikah. Atau, mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah. Ulama fikih sepakat bahwa dalam pelaksanaannya, mahar musamma harus diberikan secara penuh apabila:
1). Telah bercampur (bersenggama). Tentang hal ini Allah SWT berfirman
 ÷bÎ)ur ãN?Šur& tA#yö7ÏGó$# 8l÷ry šc%x6¨B 8l÷ry óOçF÷s?#uäur £`ßg1y÷nÎ) #Y$sÜZÏ% Ÿxsù (#räè{ù's? çm÷ZÏB $º«øx©
Artinya : Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain  sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. ( QS. An nisa’.20)

2). Salah satu dari suami istri meninggal. Demikian menurut ijma`.
Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami telah bercampur dengan istri, dan ternyata nikahnya rusak dengan sebab-sebab tertentu, seperti ternyata istrinya mahram sendiri, atau dikira perawan ternyata janda, atau hamil dari bekas suami lama. Akan tetapi, kalau istri dicerai sebelum bercampur, hanya wajib dibayar setengahnya.
berdasarkan firman Allah SWT:
bÎ)ur £`èdqßJçFø)¯=sÛ `ÏB È@ö6s% br& £`èdq¡yJs? ôs%ur óOçFôÊtsù £`çlm; ZpŸÒƒÌsù ß#óÁÏYsù $tB ÷LäêôÊtsù
Artinya :Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, Padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, (QS.al baqarah.237)

b.      Mahar Mitsil (Sepadan).
Mahar mitsil yaitu mahar yang tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum ataupun ketika terjadi pernikahan. Atau mahar yang diukur (sepadan) dengan mahar yang diterima oleh keluarga terdekat, agak jauh dari tetangga sekitarnya, dengan mengingat status sosial, kecantikan dan sebagainya.[8]
Bila terjadi demikian (mahar itu tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi pernikahan), maka mahar itu mengikuti maharnya saudara perempuan pengantin wanita (bibi, bude, anak perempuan bibi/bude). Apabila tidak ada, maka mitsil itu beralih dengan ukuran wanita lain yang sederajat dengan dia.
Mahar mitsil juga terjadi dalam keadaan sebagai berikut:
1)      Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika berlangsung akad nikah,    suami telah bercampur dengan istri, atau meninggal sebelum bercampur.
2)      Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur dengan istri dan ternyata nikahnya tidak sah.
            Nikah yang tidak disebutkan dan tidak ditetapkan maharnya disebut nikah tafwidh.
 Hal ini menurut jumhur ulama dibolehkan. Firman Allah SWT:
žw yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ bÎ) ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# $tB öNs9 £`èdq¡yJs? ÷rr& (#qàÊ̍øÿs? £`ßgs9 ZpŸÒƒÌsù 4
Artinya : Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. (QS.Al baqarah.236).
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang suami boleh menceraikan istrinya sebelum digauli dan belum juga ditetapkan jumlah mahar tertentu kepada istrinya itu.
6.      Mahar Dalam Kompilasi Hukum Islam.
            Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah,bentuk, dan jenisnya di sepakati oleh kedua belah pihak.Mahar di berikan berdasarkan atas kesedarhanaan  dan kemudahan yang di anjurkan oleh ajaran islam.                   
a.         penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.
b.        apabila calon mempelai wanita menyetejui,penyerahan mahar boleh di tanguhkan baik  untuk seluruhnya atau untuk sebagian.mahar yang belum ditunaikan penyerahannya menjadi utang calon mempelai pria.
c.         Kewajiban menyerahkan mahar bukan merupakan rukun dalam perkawinan.
d.        kelalaian menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu aqad nikah tidak menyebabkan batal perkawinan. Begitu pula halnya dalam keadaan mahar masih terhutang,tidak mengurangi sahnya perkawinan.
e.         suami yang menalaq isterinya qabla-ad dhuhul wajib membayar setengah dari mahar yang telah di tentukan dalam aqad nikah.
f.         Apabila suami meninggal dunia Qabla-ad dhuhul,seluruh mahar yang ditetapkan menjadi hak penuh istrinya.
g.        apabila percerayan terjadi qabla-ad dhuhul  tetapi besarnya mahar belum di tetapkan,maka suami wajib membayar mahar mitsil.[9]
             Apabila mahar hilang sebelum di jelaskan,mahar itu dapat diganti dengan barang lain yang sama bertuk dan jenisnya atau  dengan uang yang sama nilainya dengan mahar tersebut. Dan apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan,penyelesaiannya di ajukan ke pengadilan agama.
7.      Aspek aspek filosofis tentang mahar.
            Ada seorang sahabat yang sepanjang hidupnya mengabdi kepada Rasululllah Saw,dan bermalam disi beliau untuk memenuhi printahnya jika Rasul mempunyai keperluan. Maka Rasul pun bertanya,kepdanya,” Apakah engkau tidak ingin menikah ?” ia menjawab,” wahai rasul kami ini orang yang tidak punya, dalam hal uang tidak memiliki apa apa. Kemudian beliau terdiam, lalu mengulangi pertanyaan tersebut untuk kedua kalinya,ia kembali menjawab pertanyaan itu dengan jawaban yang sama. [10]
            Stelah kejadian itu,sahabat tersebut berfikir dan berkata dalam hatinya,:demi Allah bagiku Rasulullah mengetahui apa yang baik bagi dunia dan akheratku. Serta apa yang mendekatkanku kepadanya. Jika beliau mengatakan kepadaku untuk yang ketiga kalinya maka aku akan melaksanakanya. Kemudian rasul bertanya kepadanya yang ketiga kalinya.” Apakah engkau tidak ingin menikah.” Kemudian ia menjawab wahai rasul nikahkankah aku.
            Lalu Rasul berkata : “ pergilah ke bani fulan dan katakana bahwa Rasul memerintahkan kepada mereka untuk mengawinkan engkau dengan salah seorang pemudi mereka.” Ia berkata wahai Rasul saya tidak mempunyai apa apa atau harta untuk dijadikan mahar pernikahan. Maka Rasul pun berkata kepada sahabatny untuk mengumpulkan emas sebanyak satu balwah (yang berjumlah kira 60 lira suriah). Lalu Rasul dan para sahabat membawa emas tersebut  dan seekor kambing  ke kaum tersebut untuk melaksanakan aqad nikah dan resepsi pernikahannya.(HR.ahmad dengan Sanad Shaheh).
            Didalam riwayat lain juga dijelaskan bahwa Rosul pernah menikahkan seorang laki laki dengan seorang wanita yang ingin bertemu dengan Rasul dengan maskawin yang terbuat dari besi. Hal ini juga dinyatakan oelh Sahabat Umar Bin Khattab. R.a.  ingatlah jangan lah berlebi lebihan dalam membrikan mahar dalam memberikan mahar bagi wanita karena sesungguhnya,jika hal itu suatu kemulyaan di dunia dan bernilai taqwa di sisi Allah swt, Niscaya Rasul adalah orang yang paling uatama atas kalian dalam hal tersebut.dan aq tidak pernah mengetahui bahwa beliau minikahi isteri isterinya dan puteri puterinya lebih dari mahar 12 uqiyah (HR.Ahmad, Tirmizi,Nasa’i, dengan sanad shaheh).[11]
Dari urayan di atas bisa di lihat dari aspek aspek filosofisnya bahwa mahar itu wajib untuk diberikan kepada istri akan tetapi kadar jumlahnya yang tidak di tetukan, tergantung dengan kadar kemampuan suami serta kerelaan  sang isteri, hal ini juga di lakukan oleh Rasul dan para sahabat sahabatnya, bahkan menurut Imam malik mahar itu termasuk salah satu rukun dari nikah meskipun  Jumhur Ulama dan Imam Imam mazhab yang lain tidak menganggap mahar itu sebagai rukun nikah.
C.KESIMPULAN.
Dari urayan makalah yang sangat singkat ini penulis dapat menyimpulkan bahwa, meskipun mahar bukan termasuk salah satu dari syarat dan rukun nikah akan tetapi wajib diberikan oleh pengantin laki laki kepada pengantin wanita, karena mahar itu merupakan syarat untuk menghalalkan hubungan  batiniah bagi suami isteri tersebut.
Meskipun mahar tidak di tentukan  kadar jumlahnya  bahkan bisa berupa jasa yang dalam bentuk bacaan atau menghapal mahar ini juga harus sudah mendapat kerelaan dari sang isteri,mahar juga   harus di ucapkan dalam aqad nikah (Ijab Khobul) Dengan jelas dan dalam keadaan sehat,
D. DAFTAR PUSTAKA
Mahmud Mahdi Al Istambuli.Kado perkawinan.Pustaka Azzam.Jakarta 1999.
H.Abdul Rahman ghazaly.Fikih Munakhat.kencana Jakarta 2002.
A.Rauf Munakahat dan mewaris. Al Furqon Bekasi 2003.
Aly As’ad . Fathul Mu’in.terjemah.Menara Kudus.Yogyakarta  1979.
Miftah Farid. 150 masalah nikahkeluarga.Gema insane press. Jakarta.1999.
Muh Idris Ramulyo.Hukum perkawinan islam.PT.Bumi Aksara.Jakarta1996.
Mahkrus Ali. Irsadul Ibad,terjemah.Mahkota Surabaya.1992.



[1] Mahmud Mahdi Al Istambuli.Kado perkawinan.Pustaka Azzam.Jakarta 1999.Hal.95.
[2] H.Abdul Rahman ghazaly.Fikih Munakhat.kencana Jakarta 2002 Hal.84.
[3] A.Rauf Munakahat dan mewaris. Al Furqon Bekasi 2003. Hal.21
[4] Ibit Munakaht dan mewaris Hal.22
[5] Aly As’ad . Fathul Mu’in.terjemah.Menara Kudus.Yogyakarta  1979.Hal. 21
[6] Miftah Farid. 150 masalah nikahkeluarga.Gema insane press. Jakarta.1999.hal.96.
[7] Opcit. Fikih Munakhat.hal.90
[8] Opcit. Fikh Munakhad.hal.89.
[9] Muh Idris Ramulyo.Hukum perkawinan islam.PT.Bumi Aksara.Jakarta1996 hal.86

[10] Mahkrus Ali. Irsadul Ibad,terjemah.Mahkota Surabaya.1992.hal.646.
[11] Opcit. Kado perkawinan. Hal. 94.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar